DATANG UNTUK PERGI

1
00.47
           "Aku akan berdiri disini. Ya disinilah aku akan menyusulmu" Ana berdiri diatas rel kereta api.

      Waktu telah menunjukan pukul 15.20, sekitar pukul 15.30 kereta akan melewati tempat itu. Tempat dimana Ana berdiri sekarang.

         Beberapa hari yang lalu Ana telah kehilangan kekasihnya. Orang yang sangat ia cintai itu meninggal dimedan perang sebagai seorang tentara. Tak ada alasan lagi baginya untuk terus hidup. Bagi Ana hidupnya hanya untuk Bima, seorang pria tampan yang telah ia kenal selama lima tahun. Kini Bima telah gugur di medan perang, begitupun Ana, hatinya juga telah gugur tanpa kehadiran Bima.

          "Bagaimana kau bisa tega meninggalkanku" Ana menangis tersedu-sedu. "Apa aku begitu jelek untukmu sehingga kau tak mau lagi bertemu denganku. Kau benar-benar jahat, aku sangat membencimu. Lihat saja, aku akan segera datang dan memarahimu".

          Sementara itu kereta sudah semakin dekat. Tak ada sedikitpun terbersit dipikiran Ana untuk mundur, inilah pilihan yang Ana ambil untuk mengakhiri hidupnya.

       "Apakah keretanya sudah dekat?. Oh aku mendengar suaranya" Ana bersiap-siap. "Jadi beginilah aku akan mati. Aku sudah pergi ke salon sebelum kesini. Aku rasa aku sudah cantik sekarang, dan siap menyambut kematian. Tunggu aku Bima".

           Kali ini kereta sudah terlihat 100 meter didepan Ana. Ana perlahan menutup matanya. Kali ini tak ada lagi kesempatan untuk mundur, kereta sudah semakin dekat dan telah siap menghempaskan tubuh Ana keras-keras. Seketika itu tiba-tiba semua terasa gelap dan hening, tak ada suara apapun yang Ana dengar.

           Tepat pukul 15.28 kereta telah melewati tempat dimana Ana berdiri.

      "Dimana aku?" Ucap Ana bingung sesaat setelah membuka matanya. Ana melihat disekelilingnya tampak putih, tepat didepan tempatnya berdiri terdapat sebuah kantung berwarna kuning. "Apa ini?". Tak lama kemudian datanglah beberapa orang.

         "Ini bu Jenazahnya" Kata pria berseragam polisi itu.
         "Anaaaa!!!!" Teriak Ibu Ana histeris.
        "Ibu?. Ibu tidak melihatku?' Ana memastikan kalau dirinya memang sudah meninggal. "Jadi aku memang benar-benar sudah meninggal" Ana hanya diam melihat tangis ibunya. "Maafkan aku bu".

       Sekarang Ana tahu kalau itu adalah ruang jenazah, dan kantong berwarna kuning itu adalah kantong mayat yang berisi tubuhnya yang telah hancur. Ana sedikit menyesal mengakhiri hidup dengan cara seperti itu. namun inilah pilihan yang telah ia ambil. Kini Ana duduk dipojok ruangan sambil melihat Ibunya menangis.

         "Kenapa ibu menangis begitu. Bukankah seharusnya ibu memarahiku seperti yang biasa ibu lakukan" Ucap Ana. 

       Beberapa menit kemudian dari balik pintu terlihat seorang pria memasuki ruangan. Terlihat seragam hijau loreng dengan pistol menempel di pinggangnya. Melihat pria itu Ana sontak kaget, tak salah lagi pria itu adalah Bima. Tak sadar Ana-pun meneteskan air mata. Dia senang akhirnya Bima menjemputnya untuk pergi bersama ke Alam kematian.

       "Bima, aku merindukanmu" Ana berlari menghampiri Bima.

     "Anaaaa" Bima juga berlari menuju Ana, namun bukan Ana yang sekarang yang ia tuju melainkan Jasad Ana yang terbungkus kantong kuning itu.

        "Ana. Kenapa kau melakukan ini" Bima menangis didepan jasad Ana..

       Ana terlihat bingung. Ana bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Bima tak menyambutnya.

           "Apakah kau masih hidup?" Ana ber jalan pelan ke arah Bima. 
      "Kenapa pertemuan kita seperti ini Ana"Bima terus menangis. "Bukankah seharusnya kau menyambutku dengan mengenakan gaun manis"
        "Jadi, kau benar-benar masih hidup Bima?" Ana tercengang. "Bagaimana mungkin".

         "Hormat pak" Salah seorang tentara masuk memberi hormat kepada Bima. "Kematian anda telah dikonfirmasi".

       Bima berdiri menatap tajam tentara tersebut. "Kau tahu apa yang terjadi akibat kesalahan informasi kematian itu?" ucap Bima penuh kemarahan.
            "Iya pak. Saya mengerti".
            "Sekarang aku benar-benar merasa telah mati. Aku tidak ingin hal serupa terjadi lagi di dunia militer. Ingat, Informasi bisa lebih berbahaya dari senjata. Mengerti?!!"
             "Siap pak, mengerti"

           Mengetahui hal tersebut Ana menangis. Ia tak percaya semua ini terjadi, ia tak henti-hentinya menyalahkan dirinya yang telah bertindak konyol. "Apa yang sudah aku lakukan, kenapa seperti ini. Aku masih ingin terus bersamamu Bima!!".

      Perlahan-lahan tubuh Ana mulai menghilang, kini sudah saatnya Ana pergi meninggalkan dunia ini, meninggalkan keluarga, Bima dan semuanya. Tak ada yang akan ia temui selain Tuhan dan penyesalan.

       "Kenapa ini. Kenapa tubuhku semakin menghilang. Aku masih ingin disini!!!. Kenapa jadi seperti ini" Ana tak kuasa menahan tangis. "Kenapa seperti ini Tuhan!!". Sekarang Ana hanya bisa pasrah.

         "Selamat tinggal Bima. Maafkan aku"

            Kini Ana telah menghilang untuk selama-lamanya dari dunia ini.



                                                            TAMAT   


Ditulis oleh Nursahid
            

        

        

            
Continue reading →