DATANG UNTUK PERGI

1
00.47
           "Aku akan berdiri disini. Ya disinilah aku akan menyusulmu" Ana berdiri diatas rel kereta api.

      Waktu telah menunjukan pukul 15.20, sekitar pukul 15.30 kereta akan melewati tempat itu. Tempat dimana Ana berdiri sekarang.

         Beberapa hari yang lalu Ana telah kehilangan kekasihnya. Orang yang sangat ia cintai itu meninggal dimedan perang sebagai seorang tentara. Tak ada alasan lagi baginya untuk terus hidup. Bagi Ana hidupnya hanya untuk Bima, seorang pria tampan yang telah ia kenal selama lima tahun. Kini Bima telah gugur di medan perang, begitupun Ana, hatinya juga telah gugur tanpa kehadiran Bima.

          "Bagaimana kau bisa tega meninggalkanku" Ana menangis tersedu-sedu. "Apa aku begitu jelek untukmu sehingga kau tak mau lagi bertemu denganku. Kau benar-benar jahat, aku sangat membencimu. Lihat saja, aku akan segera datang dan memarahimu".

          Sementara itu kereta sudah semakin dekat. Tak ada sedikitpun terbersit dipikiran Ana untuk mundur, inilah pilihan yang Ana ambil untuk mengakhiri hidupnya.

       "Apakah keretanya sudah dekat?. Oh aku mendengar suaranya" Ana bersiap-siap. "Jadi beginilah aku akan mati. Aku sudah pergi ke salon sebelum kesini. Aku rasa aku sudah cantik sekarang, dan siap menyambut kematian. Tunggu aku Bima".

           Kali ini kereta sudah terlihat 100 meter didepan Ana. Ana perlahan menutup matanya. Kali ini tak ada lagi kesempatan untuk mundur, kereta sudah semakin dekat dan telah siap menghempaskan tubuh Ana keras-keras. Seketika itu tiba-tiba semua terasa gelap dan hening, tak ada suara apapun yang Ana dengar.

           Tepat pukul 15.28 kereta telah melewati tempat dimana Ana berdiri.

      "Dimana aku?" Ucap Ana bingung sesaat setelah membuka matanya. Ana melihat disekelilingnya tampak putih, tepat didepan tempatnya berdiri terdapat sebuah kantung berwarna kuning. "Apa ini?". Tak lama kemudian datanglah beberapa orang.

         "Ini bu Jenazahnya" Kata pria berseragam polisi itu.
         "Anaaaa!!!!" Teriak Ibu Ana histeris.
        "Ibu?. Ibu tidak melihatku?' Ana memastikan kalau dirinya memang sudah meninggal. "Jadi aku memang benar-benar sudah meninggal" Ana hanya diam melihat tangis ibunya. "Maafkan aku bu".

       Sekarang Ana tahu kalau itu adalah ruang jenazah, dan kantong berwarna kuning itu adalah kantong mayat yang berisi tubuhnya yang telah hancur. Ana sedikit menyesal mengakhiri hidup dengan cara seperti itu. namun inilah pilihan yang telah ia ambil. Kini Ana duduk dipojok ruangan sambil melihat Ibunya menangis.

         "Kenapa ibu menangis begitu. Bukankah seharusnya ibu memarahiku seperti yang biasa ibu lakukan" Ucap Ana. 

       Beberapa menit kemudian dari balik pintu terlihat seorang pria memasuki ruangan. Terlihat seragam hijau loreng dengan pistol menempel di pinggangnya. Melihat pria itu Ana sontak kaget, tak salah lagi pria itu adalah Bima. Tak sadar Ana-pun meneteskan air mata. Dia senang akhirnya Bima menjemputnya untuk pergi bersama ke Alam kematian.

       "Bima, aku merindukanmu" Ana berlari menghampiri Bima.

     "Anaaaa" Bima juga berlari menuju Ana, namun bukan Ana yang sekarang yang ia tuju melainkan Jasad Ana yang terbungkus kantong kuning itu.

        "Ana. Kenapa kau melakukan ini" Bima menangis didepan jasad Ana..

       Ana terlihat bingung. Ana bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Bima tak menyambutnya.

           "Apakah kau masih hidup?" Ana ber jalan pelan ke arah Bima. 
      "Kenapa pertemuan kita seperti ini Ana"Bima terus menangis. "Bukankah seharusnya kau menyambutku dengan mengenakan gaun manis"
        "Jadi, kau benar-benar masih hidup Bima?" Ana tercengang. "Bagaimana mungkin".

         "Hormat pak" Salah seorang tentara masuk memberi hormat kepada Bima. "Kematian anda telah dikonfirmasi".

       Bima berdiri menatap tajam tentara tersebut. "Kau tahu apa yang terjadi akibat kesalahan informasi kematian itu?" ucap Bima penuh kemarahan.
            "Iya pak. Saya mengerti".
            "Sekarang aku benar-benar merasa telah mati. Aku tidak ingin hal serupa terjadi lagi di dunia militer. Ingat, Informasi bisa lebih berbahaya dari senjata. Mengerti?!!"
             "Siap pak, mengerti"

           Mengetahui hal tersebut Ana menangis. Ia tak percaya semua ini terjadi, ia tak henti-hentinya menyalahkan dirinya yang telah bertindak konyol. "Apa yang sudah aku lakukan, kenapa seperti ini. Aku masih ingin terus bersamamu Bima!!".

      Perlahan-lahan tubuh Ana mulai menghilang, kini sudah saatnya Ana pergi meninggalkan dunia ini, meninggalkan keluarga, Bima dan semuanya. Tak ada yang akan ia temui selain Tuhan dan penyesalan.

       "Kenapa ini. Kenapa tubuhku semakin menghilang. Aku masih ingin disini!!!. Kenapa jadi seperti ini" Ana tak kuasa menahan tangis. "Kenapa seperti ini Tuhan!!". Sekarang Ana hanya bisa pasrah.

         "Selamat tinggal Bima. Maafkan aku"

            Kini Ana telah menghilang untuk selama-lamanya dari dunia ini.



                                                            TAMAT   


Ditulis oleh Nursahid
            

        

        

            

1 komentar:

SI ELANG KECIL

0
02.20
     Sore itu Jimy si burung elang yang gagah mengajak Jasey anak laki-lakinya berkeliling menelusuri hutan. Diletakannya Jasey dipunggung Jimy lalu dibawanya keatas tebing yang sangat tinggi. Dari atas tebing terlihat hamparan hutan yang sangat luas. Jasey terlihat sangat takjub melihat keindahan itu. Ia tak menyangka kalau tempat yang selama ini ia tinggali ternyata terlihat jauh lebih indah jika dilihat dari sana.

     “Apakah ayah sering kemari?” Tanya Jasey.
     “Ya. Ayah selalu menghabiskan waktu disini setiap sore”.

      Jasey-pun juga ingin mengunjungi tempat itu setiap hari bersama ayahnya. Sejak pertama kali menetas, ini adalah pertama kalinya Jasey pergi meninggalkan sarang. Ia benar-benar terkagum-kagum melihat dunia luar yang ternyata begitu luas dan indah, apalagi jika dilihat dari ketinggian.

      “Aku ingin seperti ayah” Ucap Jasey.
     “Apa maksudmu nak?”.
     “Aku ingin terbang mengelilingi tempat-tempat indah seperti yang ayah lakukan”

     Jimy hanya tersenyum mendengar pernyataan anaknya. Sekarang Jimy sudah mulai renta, umurnya sudah tidak muda lagi, sayap-sayapnya-pun sudah tak sanggup membawanya pergi lebih jauh dari ini. Banyak tempat yang sebenarnya ingin sekali ia tunjukan kepada anaknya, namun sepertinya itu tak bisa ia lakukan.

      “Ayah ayo ajari aku terbang”ucap Jasey penuh semangat.
     “Tidak nak”
      “Kenapa tidak ayah?”
     “Aku bukan pelatih yang baik”.
     “Ayah sangat hebat saat terbang. Aku ingin sekali seperti ayah. Ayo ayah ajari aku”.

     Jimy tak menghiraukan ucapan Jasey. Mungkin Jimy adalah penerbang yang baik, bermil-mil jarak sudah ia tempuh, namun sayap-sayapnya sudah mulai renta. Mungkin tak lama lagi ia akan kembali menjadi seperti anak elang yang lemah, bahkan lebih lemah.

      Jasey yang dari tadi diacuhkan oleh ayahnya tiba-tiba menunjukan raut wajah kesal. Keinginanya untuk terbang tak begitu saja ditanggapi oleh ayahnya. Ini benar-benar membuat Jasey marah. Selama ini ia sangat ingin seperti ayahnya,  terbang dan menangkap mangsa menggunakan kaki-kakinya seperti yang ayahnya ceritakan. Namun apa yang ayahnya katakan hari ini membuatnya sangat kesal.

     “Mari pulang nak. Naiklah kepunggung ayah” Jimy merendahkan punggungnya.
     “Tidak mau”
     “Hari sudah mulai petang. Sudah tak ada lagi yang bisa kita lihat disini”
      “Aku tidak mau pulang sebelum ayah berjanji akan mengajariku terbang”
      “Ayah sudah sangat tua nak. Ayah tidak...”
      “Kalau begitu aku tidak akan pulang” ucap Jasey memotong perkataan ayahnya.

       Selama beberapa menit Jasey dan ayahnya terdiam. Jimy tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk anaknya untuk pulang. Hari semakin larut, namun Jasey tak kunjung bisa dibujuk.

      “Baiklah kalau ayah tidak mau mengajariku, aku akan belajar sendiri. Setiap elang pasti bisa terbang!!”.
      “Tapi nak”
      “Aku akan terbang sendiri ayah!!” Jasey berlari menuju pinggir tebing.
     “Jasey, tungguuuu.....!!!” Jimy mengejar Jasey.

     Jasey melompat dari atas tebing. Ia membentangkan kedua sayapnya, namun tubuhnya terus meluncur dengan sangat cepat. Dia terus mencoba mengepakan sayapnya namun usahanya untuk terbang nampaknya sia-sia. Sayapnya tak mampu menahan tubuhnya di udara.

     “Jeseyyyyyyyyyy!!!!” Jimy meluncur mengejar Jasey.

    Ditengah-tengah situasi itu jasey terus berusaha mengepakan sayapnya sekuat tenaga “Terbanglah.. terbanglah, aku mohon” Jasey semakin panik.

      Sementara itu Jimy terus meluncur mengejar Jasey.

    Beberapa saat kemudian Jimy sampai ke dasar tebing tanpa mendapatkan Jasey. Ia melihat kesekeliling dengan wajah panik. “Jasey, kau dimana nak”.

Jimy berjalan pelan kedepan. Ia melihat ada sebuah benda berwarna putih tergeletak di tanah. Perlahan Jimy mendekati benda itu. Langkahnya mulai terasa berat. 

“Jasey, kau kah itu” Jimy mendekat pelan menghampiri benda putih itu. Tak salah lagi itu adalah tubuh Jasey yang sudah terbujur lemas. “Kenapa kau lakukan itu nak” Jimy bersimpuh didepan anaknya. “Maafkan ayah, tak seharusnya ayah membawamu ke tempat ini. Bangun nak, lihat ayah” Air mata Jimy mengucur deras. “Kenapa kau sangat ingin terbang, kenapa kau ingin seperti ayah, kenapa!!!. Sampai kapanpun kau tidak akan mungkin bisa terbang, kau tidak mungkin seperti ayah nak. Kau bukanlah elang, Kau adalah seekor ayam. Kau adalah telur ayam yang ayah temukan didekat batu besar”.

Jimy memeluk erat anaknya. Ia tak mampu menyembunyikan penyesalannya. “Ini salah ayah. Ayah terlalu takut mengatakan yang sebenarnya kepadamu. Ayah takut membuatmu kecewa. Ayah takut kau pergi meninggalkan ayah.  Ayah sangat takut. Tapi hari ini, rasa takut ayah telah membuatmu pergi untuk selamanya. Maafkan ayah nak. Maaf!!”.

Jimy meletakan Jasey dipunggungnya dan membawanya pulang.


TAMAT


Ditulis oleh Nursahid




     

0 komentar:

JENY

2
11.18
       Hari ini adalah hari ulang tahun William. Dihari ulang tahunnya,William akan selalu bangun lebih awal dari biasanya untuk sekedar membaca sebuah surat dari seseorang yang sangat spesial dihidupnya. Ritual ini rutin ia lakukan dihari ulang tahunnya. Selama tujuh tahun ia tak pernah absen membaca surat dari kekasihnya itu.
   
       "Ahh sudah pukul 04:38" William melihat jam yang berada di samping tempat tidurnya.

       Selimut yang semalaman menempel ditubuhnya spontan ia singkirkan dan segera beranjak dari tempat tidur untuk mencuci muka. Inilah hari yang selalu ia nantikan sepanjang tahun dalam hidupnya. Tak ada hari yang lebih spesial dari hari ini, yaitu hari ulang tahunnya.

       Setelah selesai mencuci muka, Williampun-pun melangkahkan kakinya menuju sebuah rumah pohon yang berada tepat di ladang belakang rumahnya. Dengan penuh semangat William memanjat pohon yang berdiri diatasnya rumah mungil berwarna merah. Sesampainya diatas William langsung menyalakan lampu dan mengambil sebuah kotak kaleng yang tersimpan rapi didalam kolong batang pohon yang telah didesain menyerupai lemari. Seperti yang William duga, didalam kotak kaleng tersebut terdapat sebuah amplop merah muda bertuliskan 22 May 2024. Tepat pada hari ini.

        Perlahan Willian membuka amplop tersebut.  Di dalamnya terdapat satu buah surat yang ditunjukan untuk dirinya dari kekasih jauhnya. Dipojok kanan atas surat tertulis kalimat "Selamat ulang tahun yang ke 30 sayang". Membaca ucapan itu saja senyum William langsung mengembang. Dibawahnya tertulis "From Jeny"

       William melanjutkan ke baris pertama isi dari surat itu. "Bagaimana kabarmu hari ini, apakah kau masih bisa membaca suratku?. Aku harap pengelihatanmu masih berfungsi dengan baik". Senyum William makin lebar.

      "Aku selalu menjaga kesehatan mataku agar bisa selalu membaca surat darimu Jeny"  jawab William tersenyum.

       William melanjutkan isi surat itu. "Bagaimana dengan cidera tanganmu yang dahulu kita buat bersama saat bersepeda?. Apakah masih terasa sakit?. Jika masih, itu adalah hadiah dariku yang mungkin akan terus kau rasakan".

        "Aku masih menikmati rasa sakit ini Jeny" ucap William tersenyum.

        "Maaf aku tidak bisa menemanimu dihari ulang tahunmu. Aku terlalu sibuk disini, menikmati kehidupan baruku. Jaga dirimu baik-baik disitu. Jangan suka makan makanan instan, itu tidak baik untuk kesehatanmu".

         "Aah, Sampai kapan dia akan selalu cerewet soal kesehatanku" ucap William.

      Willam masih antusias membaca kelanjutan surat dari Jeny. "Kau ingat saat kita pertama kali bertemu?. Saat itu aku mengira kau ini adalah pencopet. Kau mengikutiku disepanjang trotoar jalan, namun ternyata kau hanya ingin memberi tahuku kalau celana bagian belakangku robek. Itu sangat memalukan buatku". William tertawa terbahak-bahak membaca kalimat tersebut. "Aku yakin saat ini kau pasti sedang tertawa lepas. Kau memang selalu mengejekku. Tapi dari saat itu kita mulai berkenalan, jalan bersama, dan pada akhirnya menjalin hubungan. Sampai aku di fonis sakit kanker hati kau masih saja setia menemaniku". Mata William mulai berkaca-kaca.

       "Aku berharap bisa bersamamu untuk waktu yang lama. Menikah dan memiliki anak, kemudian membesarkan anak kita bersama-sama. Sepertinya itu sangat menyenangkan. Tapi maaf, aku tidak bisa mewujudkan impian itu, impian kita saat masih bersama. Aku sudah menyiapkan surat untukmu sampai umurmu 50 tahun. Semoga aku bisa terus menemanimu sehari dalam satu tahun. Jaga kesehatanmu sampai umur 50 tahun William. Aku merindukanmu".

          "Ayaaaaah?" Teriak seorang anak dari bawah pohon.

         William segera menghapus air matanya dan menyapa panggilan itu. "Haii, pahlawan ayah sudah bangun" ucap William.

      Terlihat seorang anak dan seorang wanita berdiri tepat dibawah pohon. Mereka adalah anak dan istri William. Sudah enam tahun mereka menikah dan dikaruniai satu orang anak laki-laki bernama Thom.

         William turun untuk menghampiri Marry istrinya dan anaknya Thom.

        "Hallo sayang, selamat ulang tahun" Marry mencium pipi William.
        "Terimakasih sayang"
        "Selamat ulang tahun ayah" Ucap Thom.
      William tersenyum menatap anak laki-lakinya itu "Pahlawan ayah kenapa bisa bangun sepagi ini" William mengangkat dan menggendong Thom sambil mencium pipinya. "Ayo kita masuk" ucap William.

       Merekapun berbalik dan melangkah menuju rumah.

       "Bagaimana surat dari Jeny?. Sudah kau baca?" Tanya Marry.
       "Seperti biasa. Dia selalu cerewet soal kesehatanku"
       "Begitulah Jeni. Dia tidak ingin kau cepat menyusulnya" Ucap Marry tersenyum.


                                                  TAMAT


Ditulis oleh Nursahid
      

2 komentar:

DENDAM ISAL

1
22.31
    Ahmad masuk kamar dengan tergesa-gesa. Ia sesegera mungkin masuk ke dalam kamar mandi. Isal yang sedang fokus mengerjakan tugas terkejut dengan kedatangan Ahmad yang begitu tiba-tiba. Isal terlihat bingung melihat perilaku Ahmad yang tidak biasa itu.

    "Kau kenapa mad?" tanya Isal
    "Aku kebelet" teriak Ahmad dari dalam kamar mandi.
    "Ah kau ini. Aku kira kau baru saja bertemu Luna Maya.. hahaha"

  Beberapa saat kemudian Ahmad keluar dari kamar mandi sambil membenarkan resletingnya. Seketika itu ia menghampiri Isal yang sedang sibuk mengerjakan tugas. Melihat Isal sudah selesai mengerjakan tugasnya, Ahmadpun memiliki ide brilian.

    "Eh tugasnya sudah kau kerjakan?"
    "Sudah lah. Ah aku tau, kau berencana meminjam catatanku kan?"
    "Hehe. tau saja kau sal" 
   "Dasar bocah malas. Ambilah" Isal memberikan catatannya. "Cepat kau kerjakan, jangan sampai Ustadz Zuhri marah".
    "Santailah, ini kan tugas untuk minggu depan"
    "Kau pernah mendengar pepatah 'lebih cepat itu lebih baik'?"
    "Iya iya aku mengerti. Kau kan tahu sendiri kalau aku ini tak serajin dirimu"

    Satu minggu kemudian Isal dan Ahmad bertemu ustadz Zuhri untuk menyerahkan tugasnya. Ustadz Zuhri yang hari itu sedang terbaring lemas di ruangannya meminta Isal dan Ahmad untuk pergi memanggilkan Kyai Soleh.

    "Tolong kalian panggilkan Kyai Soleh. Bilang kalau aku sakit".
    "Baik Ustadz".

      Isal dan Ahmadpun bergegas pergi menuju tempat Kyai Soleh dengan mengendarai sepeda. Jarak dari kantor pondok pesantren ke tempat Kyai Soleh memang cukup jauh, untuk itulah mereka harus menggunakan sarana sepeda agar lebih menyingkat waktu. Namun ditengah-tengah perjalanan sesuatu terjadi. Tepat dipersimpangan jalan speda Isal mengalami pecah ban.

   "Kenapa sal?" Ahmad menghentikan laju sepedanya.
   "Banku pecah Mad"
   "Wah iya"
   "Padahal tempat Kyai masih jauh" gerutu Isal.
   "Eh perutku mules sal. Kau pergi saja ke tempat Kyai menggunakan sepedaku" ucap Ahmad sambil memegangi perutnya.
  "Ah kau ini, Selalu saja mengalami masalah perut. ya sudah. di dekat sini sepertinya ada masjid. Kau pergi saja kesana, aku akan pergi sendiri ke tempat Kyai".
       
     Akhirnya Isal hanya pergi seorang diri ke tempat Kyai. Sesampainya di rumah Kyai, Isal langsung disambut Kyai yang sedang berdiri di halaman rumah dengan mengenakan pakaian gamis lengkap. Kyai Soleh hanya tinggal seorang diri, tak heran jika ia lebih suka menghabiskan waktu diluar rumah ketimbang berdiam diri didalam rumah.

    "Ada apa nak datang kemari?" tanya Kyai.
    "Ustadz Zuhri menyuruh saya datang kemari Kyai"
    "Masuklah dulu" Kyai berbalik memasuki rumah.
    "Baik Kyai"

   Didalam rumah, Isal memandangi dekorasi rumah Kyai yang tampak seperti jaman dahulu. Keasliannya benar-benar masih sangat terjaga. Namun ada satu benda yang menarik perhatiannya.t Mata Isal terpaku pada satu foto yang terpajang di sebelah kiri ruang tamu.Seketika itu Isalpun terkejut melihat wanita yang berada didalam foto tersebut. Tak salah lagi, wanita yang berfoto bersama Kyai itu adalah ibunya.

   Tak tahu harus berkata apa, isal memilih untuk diam tanpa menanyakan apapun kepada Kyai tentang foto itu. Sepanjang berada di ruangan tersebut kepalanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan mengenai foto tersebut. Bagaimana mungkin ada foto ibunya disana.

   "Ini. Berikan ramuan ini kepada Ustadz Zuhri" ucap Kyai sembari memberikan botol kecil berbungkus kain putih kepada Isal.
     "Baiklah Kyai".

   Isalpun berlalu meninggalkan rumah Kyai dengan membawa ramuan yang Kyai berikan. Disepanjang perjalanan pulang Isal terus diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan mengenai foto ibunya yang terpampang di rumah Kyai. Apa maksud dari semua ini?, gumamnya.

     Selama ini Isal hanya tinggal bersama ibunya sampai ibunya meninggal satu tahun yang lalu akibat serangan jantung. Setelah kepergian ibunya itulah Isal akhirnya memutuskan untuk tinggal di pesantren bersama Ahmad saudara jauhnya. Sebelumnya Ibu Isal pernah berpesan kepada Isal untuk tidak mencari ayahnya, sampai kapanpun. Isalpun menuruti apa yang ibunya katakan. "Jangan pernah kau cari ayahmu nak. Ia sudah meninggalkan kita, itu artinya kita tidak diharapkan untuk mencarinya" itulah pesan dari ibunya.

    Sesampainya di pondok, Isal langsung menyerahkan ramuan itu kepada Ustadz Zuhri dan bergegas kembali ke kamar.

    "Kau sudah kembali. Bagaimana?" tanya Ahmad ntusias.
    "Bagaimana apanya?"
    "Kyai Soleh".
    "Biasa saja" jawab Isal lesu.
    "Hah biasa?"
    "Kenapa kaget. Aku diberi ramuan untuk diberikan kepada Ustadz Zuhri"

     Ahmad terdiam.

     "Sudah, aku mau tidur" Isal langsung menuju kasur dan membaringkan tubuhnya.

     Isal terus terbayang-bayang foto yang ia lihat di rumah Kyai. Ia yakin kalau wanita yang berada di foto tersebut adalah ibunya. Lalu apa hubungannya Kyai Soleh dengan ibunya. Mungkinkah Kyai Soleh adalah ayahnya. Pertanyaan itulah yang terus mengganggu pikirannya seharian ini.

     Setelah lama ia berasumsi akhirnya ia yakin kalau Kyai Soleh memanglah ayah kandungnya yang selama ini pergi meninggalkan dia dan ibunya. Mengetahui itu semua Isalpun mulai murka. Hati yang tadinya tenang mulai bergejolak. Sakit hati yang selama ini ia pedam tiba-tiba muncul kembali setelah ia teringat perlakuan ayahnya yang semena-mena meninggalkan dia dan ibunya dalam kondisi serba kekurangan.

    Malamnya pikiran jahat mulai merasuki pikiran Isal. Tepat jam 01:00 dini hari Isal pergi diam-diam ke tempat Kyai Soleh dengan membawa sebilah pisau ditangannya. Kemarahannya sudah  benar-benar tak bisa dibendung lagi. Matanya sudah gelap, pikirannya sudah dikuasai dendam.

       "Kyai Soleh!!!" Teriak Isal dari luar rumah. "Keluar kau bajingan!!".
             
     Beberapa kali Isal memanggil tetap saja tak ada respon dari Kyai Soleh. Ini membuat isal semakin murka. Ia lalu mendobrak pintu rumah Kyai dan mencari keberadaan Kyai Soleh.

       Sementara itu warga disekitar rumah Kyai yang mulai terusik oleh suara gaduh tersebut langsung keluar dan berbondong-bondong mendatangi rumah Kyai untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sesampainya di rumah Kyai warga dikejutkan oleh sesosok mayat yang diyakini itu adalah mayat Kyai.

     Pagi harinya polisi sudah mulai menyelidiki insiden tersebut. Barang bukti yang di temukan di TKP adalah sebilah pisau yang diduga adalah alat yang digunakan untuk membunuh. Satu persatu santripun di cek sidik jarinya oleh polisi. Hasil dari uji sidik jari akhirnya polisi menetapkan Ahmad sebagai tersangka pembunuhan.

    "Ahmad. Kau yang membunuhnya?" tanya Isal.

     Ahmad tidak mengucapkan satu patah katapun. Ia hanya diam tanpa menunjukan wajah bersalah. Polisipun langsung memborgol tangan Ahmad dan membawanya ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut.

     "Ahmaaaaad!!!" teriak Isal mengejar mobil polisi yang membawa Ahmad.
     "Aku memiliki dendam yang sama denganmu sal!!. Kita terlahir dari ibu yang sama!!"
   
    Langkah Isalpun terhenti. Ia tercengang mendengar pernyataan Ahmad tadi. Melihat mobil polisi yang membawa Ahmad sudah tidak terlihat lagi, Isal berbalik dan kembali dengan pikiran yang kacau.

      Hari itu rumah Kyai mendadak ramai oleh warga yang ingin melihat. Polisi telah memasang garis pembatas untuk mencegah warga memasuki area TKP. Polisi mulai menanyakan kepada saksi mata yang menyaksikan kejadian itu.

    "Apa yang bapak lihat sebelum kejadian pembunuhan itu?" tanya polisi.
  "Malam tadi saya sedang tidur pak, tiba-tiba saya kaget karena ada seseorang yang berteriak memanggil-manggil Kyai. Lalu ada suara keras seperti mendobrak pintu. Saat itu saya langsung pergi ke rumah Kyai bersama warga yang lain pak".
    "Lalu bapak melihat Kyai tewas?"
    "Iya pak".
    "Bapak melihatnya kapan?"
    "Tadi malam"
   "Tapi ini mayatnya sudah sekitar lima atau enam hari yang lalu. Tidak mungkin kalau ini baru dibunuh tadi malam" ujar polisi.
    "Jadi, maksud pak polisi, Kyai sudah meninggal beberapa hari yang lalu?" Isal menimpali.
    "Iya"

      Isal shok.


                                                          TAMAT

         

           

Ditulis oleh Nursahid       

          

       

1 komentar: